SERANG - Siapa yang belum mengetahui sejarah Hari Pers Nasional? yuk kita simak artiket dibawah ini.
Hari Pers Nasional atau HPN yang telah diperingati setiap tanggal 9 Februari merupakan hari lahirnya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yakni organisasi wartawan pertama di Indonesia, seperti dikutip dari detik.com, Kamis (09/02/2023).
Persatuan Wartawan Indonesia berdiri pada tanggal 9 Februari 1946 di Solo, lahirnya organisasi PWI ini menjadi bukti bahwa wartawan Indonesia ikut berjuang dalam menentang kembalinya penjajah ke tanah air.
Kala itu pada tada tanggal 9 Februari 1946 saat pasukan Inggris dan Belanda sedang meningkatkan operasi pendaratan dan pendudukan di berbagai daerah republik, para wartawan Republiken mengadakan kongres pertamanya di Surakarta untuk membentuk PWI.
Kongres yang melahirkan PWI itu dihadiri wartawan dari daerah republik dan para wartawan yang berhasil lolos dari daerah-daerah pendudukan dan dari incaran serdadu Sekutu atau Belanda.
Saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sampai berlangsungnya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 23 Agustus-2 November 1949, para tokoh PWI telah melangsungkan tiga kali kongres.
Kongres pertama di Solo pada 9-10 Februari 1946 yang menghasilkan pengurus yang diketuai Mr Sumanang, diperkuat Sudarjo Tjokrosisworo, Sjamsuddin Sutan Makmur, B M Diah, Sumantoro, Ronggo Danukusumo, Djawoto, dan Harsono Tjokroaminoto.
Kongres kedua di kota Malang, 23-24 Februari 1947, menetapkan pengurus baru terdiri Usmar Ismail sebagai ketua, dibantu Djamal Ali, Sudarjo Tjokrosisworo, Sumanang, dan lain-lain.
Kongres ketiga di Jogja, 7-9 Desember 1949, Djawoto terpilih sebagai ketua, dibantu Djamal Ali, Darsjaf Rachman, Mashud dan lan-lain.
Pada kongres PWI pertama di Solo, para wartawan pergerakan sudah memikirkan pentingnya upaya di bidang pengusahaan pers demi kelangsungan hidup pers sebagai alat perjuangan dan pembangunan bangsa. Mengingat kepentingan inilah peserta kongres sepakat membentuk panitia berjumlah 10 orang.
Dibentuknya panitia tersebut mendorong lahirnya Serikat Perusahaan Suratkabar (SPS) di Jogja pada 8 Juni 1946, yang namanya kemudian menjadi Serikat Penerbit Suratkabar.
Anggota pengurus SPS pada saat pembentukannya termasuk wartawan-wartawan pergerakan seperti Sjamsuddin Sutan Makmur, Djamal Ali, Ronggo Danukusumo dan Sumanang. Dalam artikel 'Sekilas Sejarah Pers Indonesia' karya Tribuana Said di halaman website pwi.or.id dijelaskan bahwa perkembangan politik liberalisme saat itu tercermin pula dalam kehidupan pers nasional.
Pada tahun pertama, 1950, surat kabar-surat kabar menentukan pilihan mereka dalam menyikapi pertentangan politik seputar hasil-hasil KMB, dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya dengan pertentangan partai-partai, baik di parlemen mau pun dalam kabinet.
Suasana dan keadaan politik yang liberalistik ini terpantul dalam pola pemberitaan, garis editorial atau tajuk rencana, bentuk karikatur, dan isi pojok penerbitan pers, terutama penerbitan pers masing-masing partai.
Menurut data tahun 1954, di seluruh Indonesia saat itu terdapat 105 surat kabar harian dengan total oplah 697.000 lembar.
Sumber: detik.com