Logo
images

Konsep Pendidikan oleh Tokoh Pendidikan Nasional

Hari Pendidikan Nasional yang diperingati pada tanggal 02 Mei ditetapkan bersamaan dengan hari lahir tokoh Pendidikan Nasional yaitu Ki Hajar Dewantara, terlahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat beliau memutuskan untuk merubah namanya menjadi ki Hajar dengan tujuan agar mampu menghilangkan jarak dan bisa dekat dengan Masyarakat umum yang pada saat itu masih kental dan menganut paham feodal.

Menyenangkan rasanya Ketika semua masyarakat bisa merayakan Hari Pendidikan, hal ini sebagai bentuk kepedulian dan rasa hormat kita terhadap para pendidik dan dunia Pendidikan yang menjadi salah satu tonggak penting dalam sistem kenegaraan.

Tanpa bermaksud menutupi berbagai prestasi yang berhasil diraih dalam dunia Pendidikan, rasanya cukup mengkhawatirkan pula dunia Pendidikan kita saat ini, banyaknya kasus baik bullying, kekerasan murid terhadap guru, sehingga timbul pertanyaan sebenarnya apa yang salah dalam sistem Pendidikan kita?

Hal ini yang menghantar saya pada buku biografi singkat seorang tokoh Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara karya suparto Rahardjo.

Kehidupan Sang Tokoh

Hidup dan tumbuh pada masa penjajahan Belanda, Ki Hajar memang cukup frontal dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, ia bahkan harus mendapatkan hukuman buang dan diasingkan ke Belanda karena tulisannya yang cukup fenomenal berjudul “Seandainya aku seorang Belanda” sebagai bentuk kritiknya terhadap pemerintahan Belanda yang merayakan kemerdekaan Negaranya di Negara yang sedang mereka jajah yaitu Indonesia.

Taman Siswa adalah produk dari Ki Hajar Dewantara sebagai bentuk kepeduliannya terhadap Masyarakat Pribumi yang pada saat itu tidak semua mampu mengenyam Pendidikan. Selama masa pengasingan itulah beliau mempelajari dan mendalami konsep Pendidikan Belanda.

Sehingga, ketika pulang Kembali ke Indonesia beliau coba aktulisasikan dengan konsep Pendidikan yang dibangunnya sendiri, sebagai tokoh intelektual, beliau merasa konsep Pendidikan eropa tidak secara menyeluruh sesuai dengan Masyarakat maka dicobalah dengan menggabungkan konsep Pendidikan Eropa dan Pribumi yang saat itu kental dengan Pendidikan pesantren.

Pendidikan Seperti Apa?

Ki Hajar Dewantara hidup pada masa penjajahan, di mana pribumi tidak mendapatkan akses Pendidikan dengan baik, memupuk nasionalitas juga menjadi salah satu latar belakang Ki Hajar Dewantara dalam menentukan konsep Pendidikan apa yang sepertinya pas dan sesuai bagi Masyarakat pribumi.

Menariknya, Ki Hajar Dewantara menawarkan Pendidikan yang berorientasi kepada Kebudayaan timur dengan mengedepankan nilai-nilai keruhanian yang juga dibarengi dengan Intelektualitas sehingga mampu menguatkan jiwa siswa tanpa menghilangkan rasa cinta terhadap budayanya.

Menanamkan rasa cinta terhadap budaya ini menjadi salah satu PR masa kini, kealpaan dan rasa hormat terhadap guru yang berkurang banyak menghadirkan kabar yang tidak sedap tentang dunia Pendidikan, lantas rasanya penguatan jiwa melalui konsep Pendidikan yang dirumuskan sang Tokoh Ki Hajar Dewantara masih sangat layak untuk diaplikasikan pada masa kini, mengingat pembentukan jiwa dan keruhanian sangat berpengaruh terhadap tingkah laku siswa.

“Parenting” di Masa Lalu

Pendidikan bagi Ki Hajar Dewantara bukan hanya untuk kaum muda, tapi juga untuk semua kalangan, beliau sangat menyadari betapa pentingnya sebuah Pendidikan bagi Masyarakat terlebih orang tua yang merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Jauh sebelum ramainya pembahasan terkait “Parenting” di mana orang tua harus memiliki ilmu terlebih dahulu dalam mengasuh, membimbing dan mendidik anak. Rupanya, Ki Hajar Dewantara sudah lebih dulu membahas dan serius menanggapi hal ini. Baginya, Pendidikan untuk orang tua tidak kalah penting, diajarkan kepada para orang tua dengan tujuan agar mereka mau menambah ilmu pengetahuannya sehingga ketika anak bertanya orang tua mampu menjawab, karena jika sampai tidak bisa menjawab akan turun rasa hormat anak terhadap orang tuanya, hal ini difikirkan oleh Ki Hajar Dewantara untuk bisa menciptakan kesetaraan Pendidikan atau Pendidikan secara merata bagi Masyarakat Pribumi.

Beliau bahkan membuat Redaksi Wasita yang merupakan majalah dengan beberapa rubik yang ditulis menggunakan Bahasa melayu dan Bahasa jawa jika dirasa majalah itu ditujukan bagi Masyarakat pribumi.

Sudah sepatutnya sebagai pendidik kita mengacu pada Tokoh Pendidikan Nasional, tidak lagi menjadikan Pendidikan sebagai lembaga formal yang kaku tapi mampu menjadi wadah bagi seluruh Masyarakat untuk menimba Ilmu, melihat betapa berupayanya Ki Hajar Dewantara agar semua Masyarakat mendapatkan Pendidikan yang setara sehingga beliau rela melepaskan nama kebangsawanannya agar bisa lebih mendekatkan jarak dengan Masyarakat menjadikan salah satu contoh bahwa sebagai pendidik sudah seharusnya melekat dan dekat dengan masayrakat agar kita tahu bagaimana dan apa Upaya yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan Pendidikan kearah yang lebih baik.

 

Penulis: Lidia KIM TBM Jawara.



Dipost Oleh Admin FK-KIM

FK KIM Kota Serang adalah forum resmi kelompok informasi Kota Serang yang berfungsi sebagai media silaturahmi dan informasi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat Kota Serang.